Kamis, 21 November 2013

BIOKIMIA part ENZIM

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
       Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat (Murray dkk, 2008).
       Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa (Marks, 2000).
       Pada bagian pusat aktivitas katalik suatu enzim sangat ditentukan oleh letak pusat aktif (active site). Aktif ini terdapat gugus-ugus yang berperan dalam proses biokatalis. Oleh karena itu, untuk mempertahankan aktivitas enzim maka konformasi dari enzim tersebut berkaitan dengan pusat aktif enzim melalui suatu mekanisme khusus dan selektif baik dengan cara lock and key maupun dengan induced fit. Pengaruh temperatur dapat menyebabkan pecahnya ikatan hidrogen dan ikatan kovalen yang menyebabkan perubahan konformasi protein atau enzim sehingga pusat–pusat aktif menjadi berjauhan letaknya, akibatnya aktivitas enzim menjadi berubah. Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, waktu, tekanan dan lain-lain. Apabila salah satu kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak dapat berlangsung dengan baik. Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat rumit, sebab di dalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam. Penguraian zat-zat yang terdapat dalam makanan kita, penggunaan hasil urutan untuk memperoleh energi, penggunaan kembali hasil uraian untuk membentuk persediaan makanan dalam tubuh serta banyak macam reaksi lain yang apabila dilakukan di dalam laboratorium membutuhkan keahlian khusus serta waktu yang lama, dapat berlangsung dengan baik di dalam tubuh tanpa memerlukan suhu yang tinggi dan dapat terjadi dalam tubuh kita ini dimungkinkan karena adanya katalis yang disebut enzim (Murray, 2008).

I.2     Tujuan Percobaan
I.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari percobaan ini yaitu :
1.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
2.      Membuktikan adanya enzim dalam suatu bahan
3.      Mengetahui aktivitas enzim dalam mengkatalisis substrat
4.      Mengetahui sifat dan susunan empedu
I.2.1 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari percobaan ini yaitu :
1.      Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim.
2.      Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas enzim.
3.      Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
Mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan suatu substrat (amilum).
4.      Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
Mengetahui pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim.
I.3 Prinsip Percobaan
1.   Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
       Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti secara reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada suhu dimana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10ºC menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali besar. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu ditingkatkan terus, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30ºC sampai 40ºC dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu 60ºC.
2.   Pengaruh  pH Terhadap Aktivitas Enzim
       Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungannya. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH 6,0 - 8,0. Jika pH rendah atau tinggi, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan aktivitasnya. Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis. Misalnya, amilum terhidrolisis menjadi maltosa atau glukosa. Hasil hidrolisis dapat dibuktikan dengan uji Benedict. Bila positif, berarti amilum terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas tinggi. Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau mengalami penurunan aktivitas.
3.   Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
       Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim secara bertingkat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalisis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui uji iodium atau adanya endapan yang terbentuk melalui uji Benedict.
4.   Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
       Pada konsentrasi enzim yang tetap, penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh enzim.






BAB II
                                                           TINJAUAN PUSTAKA
 Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Apabila salah satu kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak dapat berlangsung dengan baik. Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat rumit, sebab di dalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam. Penguraian zat-zat yang terdapat dalam makanan kita, penggunaan hasil uraian untuk memperoleh energi, penggabungan kembali hasil uraian untuk membentuk persediaan makanan dalam tubuh serta banyak macam reaksi lain yang apabila dilakukan di dalam laboratorium atau infitro membutuhkan keahlian khusus serta waktu yang lama, dapat berlangsung dengan baik di dalam tubuh atau invivo, tanpa memerlukan suhu tinggi dan dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat (Poedjiadi, 1994).
Reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik dalam tubuh kita ini dimungkinkan karena adanya katalis yang disebut enzim. Pengetahuan tentang katalis telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1837. Ia mengusulkan nama ‘katalis’ untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi. Proses kimia yang terjadi dengan pertolongan enzim telah dikenal sejak zaman dahulu misalnya pembuatan anggur dengan cara fermentasi atau peragian. Demikian pula pembuatan asam cuka termasuk proses kimia berdasarkan aktivitas enzim. Dahulu proses fermentasi dianggap hanya terjadi dengan adanya sel yang mengandung enzim (Poedjiadi, 1994).
Pasteur adalah salah seorang yang banyak bekerja dalam fermentasi ini. Anggapan tersebut berubah setelah Buchneer membuktikan bahwa cairan yang berasal dari ragi tanpa adanya sel hidup dapat menyebabkan terjadinya fermentasi gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Hingga sekarang kata enzim yang berarti di dalam ragi tetap dipakai untuk nama katalis dalam proses  biokimia. Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Sumner pada tahun 1926  yang telah berhasil mengisolasi urease dari kara  pedang (jack been). Urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Beberapa tahun kemudian Northrop dan Kunitz dapat mengisolasi pepsin, tripsin, kimotripsin (Poedjiadi, 1994).
Dari hasil penelitian para ahli biokimia ternyata bahwa banyak enzim mempunyai gugus bukan protein, jadi termasuk golongan protein majemuk. Enzim semacam ini (holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan protein. Sebagai contoh enzim katalase terdiri atas protein dan ferriprotorfirin. Ada juga enzim yang terdiri atas protein dan logam. Misalnya askorbat oksidase adalah protein yang mengikat tembaga. Gugus bukan protein ini dinamakan kofaktor ada yang terikat kuat pada protein, adapula yang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat kuat pada bagian protein, artinya yang sukar terurai dalam larutan disebut gugus prostetik. Sedangkan yang tidak begitu kuat ikatannya, jadi yang mudah dipisahkan secara dialisis disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim merupakan bagian enzim yang memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjiadi, 1994).
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2.000 enzim telah teridentifikasi, yang masing-masing berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam hidup. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar enzim dapat diperoleh dengan ekstraksi dari jaringan tanpa merusak fungsinya  (Sirajuddin, 2013).
Sebagai katalisator, enzim berbeda dengan katalisator anorganik dan organik sederhana yang umumnya dapat mengatalisis berbagai reaksi kimia. Enzim mempunyai spesifitas yang sangat tinggi, baik terhadap reaktan (substrat) maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan. Pada umumnya, suatu enzim hanya mengatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada suatu substrat tertentu. Kemudian, enzim dapat meningkatkan laju reaksi yang luar biasa tanpa pembentukan produk samping dan molekul berfungsi dalam larutan encer pada keadaan biasa (fisiologis) tekanan, suhu, dan pH normal. Hanya sedikit katalisator non biologi yang dilengkapi sifat-sifat demikian (Sirajuddin,2013).
Semua enzim pada hakikatnya adalah protein. Beberapa di antaranya mempunyai struktur agak sederhana, sedangkan sebagian besar lainnya memiliki struktur rumit. Namun, kebanyakan enzim baru berfungsi sebagai katalis apabila disertai zat lain yang bukan protein, yang disebut kofaktor. Suatu kofaktor dapat berupa ion logam sederhana tetapi dapat pula berupa molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Bagian protein dari enzim disebut apoenzim. Kemudian, gabungan apoenzim dan kofaktornya sehingga enzim menjadi aktif disebut holoenzim (Sirajuddin, 2013).
         Metabolisme selalu membutuhkan enzim untuk membantu reaksi-reaksi yang terjadi. Kadang-kadang enzim membutuhkan pembantu berupa koenzim. Enzim adalah protein khusus yang berperan sebagai katalisator dalam reaksi kimia, tetapi tidak mengalami perubahan selama proses berlangsung. Koenzim adalah zat organik bukan protein yang membantu aktivitas enzim. Banyak koenzim yang bagian strukturnya terdiri atas vitamin B (Yuniastuti, 2001).
Sfesifitas enzim yang banyak menarik perhatian para ahli ada 2. Yang pertama ialah bahwa enzim menunjukkan spesifisitasnya yang amat  tinggi. Hanya jenis reaksi tertentu yang dapat dikatalisis oleh enzim tertentu dan hanya substrat tertentu yang dapat dikatalisis. Yang kedua ialah bahwa enzim mempunyai tenaga katalitik yang amat besar yang dapat dibuktikan dari kecepatan reaksinya yang biasa mencapai 1020 kali dibandingkan dengan reaksi tanpa katalisator pada pH dan suhu baku. Dua ciri khas yang dimiliki oleh enzim tadi disebabkan karena enzim mempunyai sisi aktif, yaitu suatu sisi yang ada pada enzim yang dapat melakukan fungsi pengarahan, pengikatan dan katalisis yang tidak terdapat pada protein umumnya (Martoharsono, 2006).
Sisi aktif enzim pada umumnya berbentuk celah, yang tersusun atas sisa asam amino bagian rantai polipeptida enzim. Substrat enzim sebelum diurai atau digandengkan harus masuk dulu ke dalam celah. Dalam hal ini substrat yang masuk ke dalam celah harus memenuhi beberapa syarat yaitu: 1. Komplementer dengan celah dan 2. Harus ada bagian yang labil agar bisa digandengkan atau diurai. Sifat komplementer antara enzim dan substrat telah dikemukakan oleh E. Fischer dan kemudian oleh D. E. Koshland dengan teori ‘lock and key’ yang terkenal itu ‘induced fit’. Dua teori tersebut di atas menerangkan tentang adanya sifat khas, atas spesifitas yang dimiliki oleh enzim. Atas dasar spesifisitasnya, enzim dibagi menjadi beberapa golongan yaitu: 1) yang mutlak dan 2) yang relatif. Contoh golongan pertama antara lain urease dan aspartase dan golongan kedua banyak sekali ragamnya yang bisa dibagi lagi menjadi beberapa sub golongan yaitu spesifisitas golongan, sfesifisitas optik dan sebagainya (Martoharsono, 2006).
Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis, enzim dapat dibagi menjadi 6 golongan utama, yaitu (Sirajuddin, 2013):
1.      Oksidoreduktase : kelompok enzim yang mengerjakan reaksi oksidasi dan reduksi.
2.      Transferase : kelompok enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain.
3.      Hidrolase : kelompok enzim yang berperan dalam hidrolisis.
4.      Liase : kelompok enzim yang mengatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan
5.      Isomerase: kelompok enzim yang mengatalisis perubahan komformasi molekul.
6.      Ligase: kelompok enzim yang mengatalisis pembentukan ikatan kovalen.
Faktor yang berperan dalam aktivitas enzim
       Ada beberapa faktor yang berpengaruh atas aktivitas enzim antara lain pH, suhu, adanya zat penghambat atau activator, kadar substrat dan jenis substrat. Faktor tersebut di atas mempunyai dua pengaruh atas enzim yaitu stuktur dan reaktivitas (Martoharsono, 2006).
       Khususnya pada enzim maka struktur sangat berpengaruh atas fungsi. Apabila struktur tiga dimensinya itu berubah maka aktivitas enzim menjadi menurun dan akhirnya bisa hilang sama sekali. Perubahan stuktur itu bisa diakibatkna oleh pH, suhu, dan faktor lain (Martoharsono, 2006).
        Kebutuhan struktur alam seperti yang dimiliki oleh enzim terutama ditekankan pada sisi aktifnya. Sebagai contoh ialah ribonuklease yang setelah diperlakukan dengan subtilisin menjadi tidak aktif. Ternyata protease bacterial tadi menghidrolisis enzim menjadi dua bagian sedemikian rupa sehingga dua gugus aktifnya (histidin 12 dan 19) terpisah satu sama lain (Martoharsono, 2006).
Kespesifikan enzim dibedakam dalam kespesifikan optik dan gugus. Kespesifikan enzim tampak pada enzim-enzim yang bekerja terhadap karbohidrat. Umumnya enzim-enzim ini hanya bekerja terhadap karbohidrat isomer D dan bukan L. Sebaliknya enzim-enzim yang bekerja terhadap asam amino dan protein hanya bekerja pada asam amino L dan bukan pada isomer D. Kespesifikan gugus menunjukkan bahwa enzim hanya dapat bekerja terhadap gugus tertentu. Enzim alkohol dehidrogenase tidak dapat mengkatalisis reaksi dehidrogenasi pada senyawa bukan alkohol (Almatsier, 2009).
Enzim terdistribusi di tempat-tempat tertentu di dalam sel, kurang lebih sesuai dengan golongan dan fungsinya. Sebagai contoh enzim-enzim yang berperan dalam sinteis dan reparasi DNA terletak di dalam inti sel. Enzim yang mengkatalisasi berbagai reaksi menghasilkan energy secara aerob terletak di dalam mitokondria. Enzim yang berhubungan dengan biosintesis protein berada bersama ribosom. Dengan demikian, reaksi kimia dalam sel berjalan sangat terarah dan efisien. Ada penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu, misalnya pada defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PDH/G6PD). Sel darah merah (SDM) penderita defisiensi G6PDH ini sangat rentan terhadap pembebasan oksidatif, misalnya pada pemakaian obat analgenik tertentu dan obat anti malaria. Pada pemakaian obat-obat tersebut dapat terjadi hemolisis intravaskuler (Almatsier, 2009).
Analisis enzim dalam serum pada dasarnya dapat dipakai untuk diagnosis berbagai penyakit. Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang diagnosis ialah bahwa pada hakikatnya sebagian besar enzim terdapat dan bekerja di dalam sel dan bahwa enzim tertentu dibuat dalam jumlah besar oleh jaringan tertentu. Karena itu enzim intrasel seharusnya tidak ditemukan dalam serum dan bila ditemukan, berarti sel yang membuatnya mengalami disintegrasi. Bila enzim yang diukur dalam serum terutama dibuat oleh jaringan, maka peningkatan aktivitas dalam serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan (Almatsier, 2009).



BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat Dan Bahan
1.     Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat pemanas, pendingin, tabung reaksi, gelas kimia, dan pipet ukur.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan amilum 2%, enzim amilase (saliva), larutan iodium, dan pereaksi benedict.
2.  Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan adalah tabung pereaksi, pipet ukur, dan alat pemanas.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Larutan amilum 2%, en7zim amilase, larutan HCl 0,4% pH=1, aquades pH=7, larutan NaCO 1% Ph=9, larutan iodium, dan pereaksi benedict.
3.   Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan adalah alat pemanas, tabung reaksi, dan pipet ukur.
Adapun bahan yang digunakan adalah larutan amilum 2%, enzim amilase, larutan iodium, dan pereaksi benedict.
4.   Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan adalah tabung reaksi dan pipet ukur.
Adapun bahan yang digunakan adalah larutan amilum 2%, enzim amilase, larutan iodium, dan pereaksi benedict.






III.2 Prosedur Kerja
1.    Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
1.    Disediakan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering, masing-masing di isi dengan 2 ml larutan amilum.
2.    Ditambahkan 1 ml enzim amilase pada setiap tabung.
3.    Tabung 1, di masukkan ke dalam gelas kimia yang berisi es.
Tabung 2, disimpan pada suhu kamar.
Tabung 3, dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 37-40°C.         
Tabung 4, dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 75-80°C.
Tabung 5, dimasukkan ke dalam penangas air mendidih.
4.    Dibiarkan masing-masing tabung pada tempatnya selama 15 menit.
5.    Selanjutnya, diuji dengan larutan iodium.
6.    Diuji pula dengan pereaksi Benedict.
7.    Dicatat dan diamati perubahan warna yang terjadi.
2.    Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Disediakan 3 tabung reaksi yang bersih, kemudian diisi tabung pertama dengan 2 ml larutan HCl 0,4%; tabung kedua dengan 2 ml aquades, dan tabung ketiga dengan 2 ml NaCO 1%.
2.      Ke dalam tiap tabung, ditambahkan 2 ml larutan amilum dan 1 ml enzim.
3.      Dicampurkan sampai homogen, kemudian dibiarkan selama 15 menit.
4.      Selanjutnya, diuji dengan larutan iodium dan pereaksi benedict.
5.      Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi.
3.    Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Disiapkan 3 tabung reaksi yang bersih, kemudian pada tabung 1, 2, dan 3 berturut-turut diisi dengan enzim amilase: 0,5 ml; 1,0 ml; dan 1,5 ml.
2.      Ke dalam tiap tabung, ditambahkan larutan amilum 2 ml.
3.      Dicampur dengan baik, kemudian dibiarkan selama 15 menit.
4.      Selanjutnya, diuji dengan larutan iodium dan pereaksi Benedict.
5.      Dicatat dan diamati perubahan yang terjadi.
4.    Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
1.   Disiapkan 4 tabung reaksi bersih, kemudian diisi berturut-turut dengan larutan amilum: 1 ml, 2 ml, 4 ml, dan 6 ml.
2.   Ke dalam tiap tabung, ditambahkan enzim amilase 1 ml.
3.   Dicampur dengan baik, kemudian dibiarkan selama 15 menit.
4.   Selanjutnya, diuji dengan larutan iodium dan pereaksi Benedict.
5.   Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
1.    Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
No. Tabung
Suhu (°C)
Perubahan Warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1.
0
Kuning
Endapan merah bata
2.
25 – 30
Kuning
Endapan merah bata
3.
37 – 40
Kuning
Kuning pekat
4.
75 – 80
Kuning agak kecoklatan
Biru
5.
100
Endapan hitam
coklat

2.    Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
No. Tabung
Suhu (°C)
Perubahan Warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1.
1,0
jingga
Endapan hijau muda
2.
7,0
Kuning keruh
Endapan orange tua
3.
9,0
Kuning bening
Endapan orange

3.   Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
No.
Konsentrasi Subtract
Konsentrasi Enzim
Perubahan Warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1
Amilum 2 mL
Amilase 0,5 mL
Kuning
Merah bata
2
Amilum 2 mL
Amilase 1,0 mL
Kuning pekat
Orange
3
Amilum 2 mL
Amilase 1,5 mL
Kuning bening
 hijau
4.    Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
No.
Konsentrasi subtract
Konsentrasi enzim
Perubahan Warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1.
Amilum 1 mL
Amilase 1 mL
Kuning
Endapan merah bata
2.
Amilum 1 mL
Amilase 1 mL
Kuning
Endapan merah bata
3.
Amilum 3 mL
Amilase 1 mL
Kuning
Endapan merah bata
4.
Amilum 6 mL
Amilase 1 mL
Kuning
Endapan merah bata




















IV.2 Pembahasan
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
       Pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, disediakan lima tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan amilum dan ditambahkan enzim amilase. Kemudian tabung pertama disimpan pada suhu 0ºC, tabung kedua disimpan pada suhu kamar 25-30ºC, tabung ketiga disimpan pada suhu 37-40ºC, tabung keempat disimpan pada suhu 75-80ºC, dan tabung kelima disimpan pada suhu 100ºC dan dibiarkan selama 15 menit. Kemudian kelima larutan diuji dengan larutan iodium dan Benedict. Larutan pada tabung pertama berwarna kuning setelah diuji dengan iodium dan terbentuk endapan merah bata setelah diuji dengan Benedict. Larutan pada tabung kedua berwarna kuning setelah diuji dengan iodium dan terbentuk endapan merah bata setelah diuji dengan Benedict. Larutan pada tabung ketiga berwarna kuning setelah diuji dengan iodium dan berwarna kuning pucat setelah diuji dengan Benedict. Larutan pada tabung keempat berwarna kuning pucat setelah diuji dengan iodium dan berwarna biru setelah diuji dengan Benedict. Dan pada tabung kelima terbentuk endapan kuning hitam setelah diuji dengan iodium dan coklat setelah diuji dengan Benedict. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Saat suhu ditingkatkan terus, enzim mengalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya berhenti.
2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
       Pada percobaan kami pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, pada pH 1,0 terjadi perubahan warna menjadi jingga setelah diuji dengan iodium dan terbentuk endapan dan terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau muda setelah diuji dengan Benedict. Pada pH 7,0 terjadi perubahan warna menjadi kuning keruh setelah diuji dengan iodium dan terbentuk endapan dan terjadi perubahan warna dari biru menjadi orange tua setelah diuji dengan Benedict. Pada pH 9,0 terjadi perubahan warna menjadi kuning bening setelah diuji dengan iodium dan terbentuk endapan dan perubahan warna dari biru menjadi orange setelah diuji dengan Benedict. Dalam hal ini aktivitas enzim maksimum pada pH 7,0 dan mengalami denaturasi pada pH 9,0. Sebagaimana dalam teori yang mengatakan bahwa enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada pH optimum, umumnya antara pH 6,0-8,0. Jika pH rendah atau tinggi, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan aktivitasnya.
3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
       Pada percobaan kami pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim, tabung pertama diisi dengan amilum dan amilase 0,5 ml dan mengalami perubahan warna menjadi kuning setelah diuji dengan iodium dan warna merah bata setelah diuji dengan Benedict. Pada tabung kedua diisi dengan amilum dan amilase 1,0 ml dan mengalami perubahan warna menjadi kuning pekat setelah diuji dengan iodium dan warna orange setelah diuji dengan Benedict. Pada tabung ketiga diisi dengan amilum dan amylase 1,5 ml dan mengalami perubahan warna menjadi kuning bening setelah diuji dengan iodium dan warna hijau setelah diuji dengan benedict. Dengan kata lain, semakin besar konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalisis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui uji iodium atau adanya endapan yang terbentuk melalui uji Benedict. Sehingga pada tabung ketiga merupakan aktivitas enzim maksimum.
4. Pengaruh Konsentrasi Subatrat Terhadap Aktivitas enzim
       Pada percobaan kami pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim, tabung pertama diisi dengan amilum 1 ml dan amilase. Setelah diuji dengan iodium terjadi perubahan warna menjadi kuning dan setelah diuji dengan Benedict berwarna merah bata. Pada tabung kedua diisi dengan amilum 2 ml dan amilase. Setelah diuji dengan iodium terjadi perubahan warna menjadi kuning dan setelah diuji dengan Benedict terjadi perubahan warna menjadi merah bata. Pada tabung ketiga diisi dengan amilum 4 ml dan amilase. Terjadi perubahan warna menjadi kuning setelah diuji dengan iodium dan warna merah bata setelah diuji dengan Benedict. Pada tabung keempat diisi dengan amilum 6 ml dan amilase. Terjadi perubahan warna menjadi kuning setelah diuji dengan iodium dan warna merah bata setelah diuji dengan Benedict. Pada konsentrasi enzim yang tetap, penambahan substrat menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh enzim.
























BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini :
1. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal.       Bila suhu dinaikkan terus, maka enzim akan mengalami denaturasi,          sehingga aktivitas katalitiknya terhenti
2. Semakin asam atau basa suatu pH maka semakin menurun aktivitas enzim. Sedangkan semakin mendekati kisaran pH 6,0-8,0 semakin optimum      aktivitas suatu enzim.
3. Semakin besar konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim          dalam memecah substrat yang dikatalisis.
4. Pada konsentrasi enzim yang tetap, penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan     maksimum yang tetap.

V.2 Saran
1. Laboratorium
       Sebaiknya alat dan bahan untuk percobaan lebih dilengkapi agar paraktikum dapat berjalan lebih efektif.
2. Praktikum
       Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dalam melakukan praktikum terutama dalam menggunakan alat-alat praktikum dan zat-zat kimia berbahaya.






DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka                         Utama.

Martoharsono, Soeharsono. 2006. Biokomia 2. Gadjah Mada University Press,                      Yogyakarta.

Poedjiyadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit  Universitas Indonesia,                  Jakarta.

Saifuddin, Sirajuddin. 2013. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar. Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat Regional Indonesia Timur. Universitas Hasanuddin.
Yuniastuti. 2001. Biokoimia. Yogyakarta: Griya.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar