Rabu, 14 Januari 2015

HYPOCHONDRIA

A. DEFINISI
Hypochondria adalah ketakutan luar basa pada seseorang bahwa dirinya memiliki penyakit serius, meskipun dokter tidak dapat menemukan bukti dari penyakit yang dikeluhkan orang tersebut. Penderita hypochondria cenderung merasa bahwa tubuh mereka yang normal sebagai tanda penyakit serius dan sibuk dengan ketakutan akan penyakit-penyakit parah yang diderita. Ketakutan ini dapat mengganggu kegiatan yang biasanya individu tersebut lakukan.
Penderita hipokondria tidak secara sadar berpura-pura akan symptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, sering kali melibatkan system pencernaan atau campuran antara rasa nyeri dan sakit. Tidak seperti gangguan konversi, hipokondria tidak melibatkan kehilangan atau distorsi dari fungsi fisik.tidak seperti sikap ketidakpedulian terhadap symptom yang muncul yang terkadang ditemukan dalam gangguan konversi, orang yang mengembangkan hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli, pada symptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Meski prevalensi hipokondria tetap tidak diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya diantara pria maupun wanita. Paling sering bermula antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat muncul di usia berapapun.
Penderita hipokondria menjadi sangat sensitive terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri (Barsky dkk.,2001).
Padahal kecemasan akan symptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik tersendiri-misalnya, keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Dengan demikian sebuah lingkaran setan (vicious cycle) akan mncul. Penderita hipokondria akan menjadi marah saat dokter mengatakan bahwa ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan symptom-symptom fisik tersebut. Mereka sering “belanja dokter” engan harapan bahwa seorang dokter yang kompetendan simpatik akan memperhatikan mereka sebelum terlambat.
B. CIRI-CIRI DIAGNOSTIK
Ada beberapa ciri-ciri dari Hypochondriasis, seperti:
1.    Orang tersebut terpaku pada ketakutan memiliki penyakit serius. Orang tersebut menginterpretasikan sensasi tubuh atau tanda-tanda fisik sebagai bukti dari penyakit fisiknya.
2.    Ketakutan terhadap suatu penyakit fisik, atau keyakinan memiliki suatu penyakit fisik yang tetap ada meski telah diyakinkan secara medis.
3.    Keterpakuan tidak pada intensitas khayalan (orang itu mengenali kemungkinan bahwa ketakutan dan keyakinan ini terlalu dibesar-besarkan atau tidak mendasar) dan tidak terbatas pada kekhawatiran akan penampilan.
4.    Keterpakuan menyebabkan distress emosional yang signifikan atau mengganggu satu atau lebih area fungsi yang penting, seperti fungsi social atau pekerjaan.
5.    Gangguan telah bertahan selama 6 bulan atau lebih.
6.    Keterpakuan tidak muncul secara eksklusif dalam konteks gangguan mental lainnya.
C. PENYEBAB
1. Perspektif Biologis
Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi dan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi, yang bisa berkaitan dengan hipokondria.
Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh faktor kognitif, yaitu ketika tanda-tanda tubuh normal disalah tafsirkan sebagai tanda patologi organik yang serius. Proses perhatian selektif dalam kecemasan kesehatan mungkin mirip dengan yang ditemukan pada gangguan panik. Asumsi ini mungkin manifestasi dari pengalaman di masa lalu maupun yang sedang berlangsung.
Pengalaman yang kritis dapat menyebabkan gejala fisik yang tidak terduga, yang sebelumnya tidak diperhatikan mengenai tanda-tanda tubuh. Ini dapat terjadi sebagai pikiran otomatis yang negatif, yang mungkin melibatkan citra hidupyang negatif. Sebuah peningkatan yang berfokus pada proses internal tubuh seperti, denyut jantung, gastro-intestinal, proses menelan, bernafas dan sebagainya. Selain itu mereka juga menjadai hiper waspada terhadap tanda-tanda, seperti noda pada kulit, rambut rontok, pertumbuhan rambut tidak teratur, dan ukuran pupil. Sebagai contoh, orang normal jika batuk akan menganggap dia sedang batuk saja. Penderita hipokondria jika batuk berpikir bahwa dia terkena TBC, atau bahkan kanker paru atau bahkan gejala HIV/AIDS.
2. Perspektif Psikososial
a. Memiliki penyakit yang serius selama masa kanak-kanak
b. Memiliki riwayat keluarga hypochondriac
c. Pernah mengalami stres berat yang menyebabkan trauma (misalnya, kematian orang tua atau teman dekat)
d. Mungkin terkait dengan gangguan kejiwaan lain, seperti kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif. Dengan kata lain, hipokondriasis dapat mengembangkan dari atau menjadi tanda dari salah satu gangguan lain
e. Memiliki orang tua yang lalai atau melakukan kekerasan fisik, seksual, atau emosional di masa kecil
f. Menyaksikan kekerasan di masa kanak-kanak
g. Rejected children
h. Alkoholisme
Hipokondria dapat terjadi pada pria dan wanita. Hal ini dapat berkembang pada usia berapa pun, bahkan pada anak-anak, tetapi paling sering dimulai pada awal masa dewasa. Khawatir tentang kesehatan dapat merupakan manifestasi dari strategi waspada hiper diadopsi oleh individu-individu sehingga tanda-tanda awal penyakit dapat dideteksi, atau mungkin strategi takhayul dimaksudkan untuk menangkal bahaya berpikir positif.
3. Perspektif sosiokultural
Individu yang tidak mampu untuk melakukan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan sosial yang sangat cepat dan proses modernisasi semakin berat menjadikan individu menjadi tidak nyaman sehingga timbul ketegangan dan tekanan bathin. Persaingan hidup yang berat menjadikan banyak terjadi tindakan yang menyimpang seperti kriminalitas dan hal-hal yang terhubung dengannya, sehingga menimbulkan ketakutan dan ketegangan batin pada penduduk dan menjadi salah satu penyebab utama timbulnya macam-macam penyakit mental.
Kehidupan di perkotaan yang modern lebih menonjolkan kepentingan diri sendiri dan individualism sehingga kontak sosial menjadi longgar dan tidak peduli lagi akan kondisi orang lain. Dalam masyarakat seperti ini, individunya selalu merasa cemas, tidak aman, kesepian dan takut. Kehidupan modern yang penuh rivalitas dan kompetisi selalu merefleksikan diri dalam bentuk kebudayaan eksplosif atau kebudayaan tegangan tinggi (hightension culture) dengan iklim persaingan yang sangat melelahkan baik secara fisik maupun mental dan dapat membuat manusia menjadi sakit´.
Pengaruh lingkungan dan media massa yang cenderung untuk menampilkan standar hidup yang tinggi dengan semua kemewahan material menjadikan timbulnya kekalutan mental apabila seorang individu tidak mampu untuk memenuhinya. Transisi kebudayaan dapat menimbulkan ketidaksinambungan antara lompatan cultural yang kemudian menimbulkan kebingungan dan ketakutan sampai berujung pada terjadinya mental disorder, salah satunya hypochondriac.


D. PREVENSI
1. Primer
Pemberian informasi kepada individu bahwa gejala yang dialami bukan merupakan gejala dari penyakit yang serius sangat penting. Memberikan pengetahuan atau bukti-bukti yang nyata kepada individu secara berkala mengenai gejala yang dialami merupakan hal yang normal dan individu tidak perlu merasa khawatir.
2. Sekunder
Pendidikan mengenai hipokondria atau dikenal sebagai psychoeducation, merupakan jenis konseling yang dapat membantu individu dan keluarga untuk lebih memahami apa itu hipokondria, mengapa bisa mengalaminya dan bagaimana cara mengatasi ketakutan berkaitan dengan kesehatan tersebut.
3. Tertier
Obat antidepresan tertentu dapat membantu dalam mengobati hipokondria. Contohnya termasuk serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox) dan paroxetine (Paxil), dan antidepresan trisiklik seperti clomipramine (Anafranil) dan imipramine (Tofranil).
Beberapa penelitian telah meneliti efektivitas obat homeopati yang spesifik. Perawatan profesional kesehatan percaya bahwa homeopati dapat meredakan perasaan cemas dan depresi sering dikaitkan dengan hypochondriasis.
Sebelum meresepkan obat, homeopaths memperhitungkan tipe konstitusional seseorang baik fisik, emosional, dan intelektual klien. Seorang ahli homeopathy yang berpengalaman menilai semua faktor-faktor ketika menentukan pengobatan yang paling tepat untuk individu tertentu.
1) Aconitum
Untuk rasa panik dan ketakutan. Obat ini paling tepat untuk orang yang percaya bahwa mereka begitu sakit, mereka akan mati.
2) Arsenicum album
Untuk kecemasan dan takut mati. Obat ini paling tepat untuk orang-orang yang menyebut dokter sering dan sulit untuk meyakinkan atau anak yang mungkin khawatir tentang segala sesuatu dan cenderung untuk bertindak lebih sakit dibandingkan mereka sebenarnya.
3) Lycopodium
Karena takut umum dan kecemasan tentang kesehatan. Obat ini paling cocok untuk orang stres yang sering mengeluh masalah perut.
4) Fosfor
Untuk kecemasan umum tentang kesehatan. Obat ini paling tepat untuk orang-orang yang takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (rasa malapetaka yang akan datang) dan bisa latch ke ketakutan orang lain, tetapi cenderung mudah diyakinkan.
E. TERAPI
Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk terapi yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Pendekatan kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain. Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan klien agar dapat memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa kehidupan dan tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan yang sedang dialaminya. Cognitive Behavior Therapy ini dibangun atas dasar bahwa manusia memiliki potensi berpikir, baik yang rasional maupun irrasional.
Berangkat dari anggapan bahwa manusia tidak sempurna, cognitive behavior therapy berusaha menolong mereka agar mau menerima dirinya sebagai makhluk yang akan selalu membuat kesalahan, namun pada saat yang bersamaan juga tumbuh sebagai orang yang bisa belajar hidup damai dengan diri sendiri. Jadi, cognitive behavior therapy secara eksplisit menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara simultan.
CBT dapat digunakan dalam rangka membantu menangani berbagai masalah yang dihadapi individu: seperti : depresi, kecemasan dan gangguan panik, atau dalam menghadapi peristiwa hidup lainnya, seperti: kematian, perceraian, kecacatan, pengangguran, masalah yang berhubungan dengan anak-anak dan stres. CBT lebih memfokuskan pada hasil dan tujuan, termasuk didalamnya adalah hasil jangka pendek (segera) dari proses konseling yang sedang berjalan, yaitu tercapainya pengalaman positif klien yang relatif cepat dengan adanya kemajuan perasaan yang lebih lega dan daya tahan. Konselor kognitif behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan klien (Haag dan Davidson, 1986; Meichenbaum, 1986).
Teknik yang biasanya digunakan adalah:
1. Menentang keyakinan irrasional.
2. Membingkai kembali isu, misalnya menerima kondisi emosional internal sebagai Sesutu yang menarik ketimbang sebagai sesuatu yang menakutkan.
3. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan dengan konselor.
4. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil.
5. Mengukur perasaan, misalnya dengan menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam skala 0-100.
6. Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsesional “mengambil-alih)lebih baik klien belajar untuk menghentikan mereka dengan cara seperti menyabetkan karet ke pergelangan tangan.
7. Desensitisasi sistematis. Digantinya respon takut dan cemas dengan respon relaksasi yang telah dipelajari. Terapis membawa klien melewati tingkatan hierarki situasi untuk melenyapkan rasa takut.
8. Pelatihan keterampilan social atau asertifikasi.
9. Penugasan pekerjaan rumah. Mempraktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi.
10. In vivo exposure. Memasuki situasi paling menakutkan dengan didampingi oleh terapis. Peran terapis adalah memotivasi klien menngunakan teknik kognitif behavioral untuk mengatasi situasi tersebut.
Saat ini terapi kognitif dan behavioral telah diintegrasikan dalam bentuk intervensi kognitif behavioral. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip-prinsip bahwa :
1. Manusia berespon terhadap representasi kognitif lingkungan dan bukan terhadap lingkungan itu sendiri.
2. Representasi ini dihubungkan dengan pada proses belajar.
3. Kebanyakan proses belajar manusia dilakukan secara kognitif.
4. Pikiran, perasaan dan tingkah laku berinteraksi secara kausal
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) teknik yang sangat efektif digunakan dalam pengobatan hipokondria. Pada kenyataannya, studi penelitian terbaru di kedua Harvard University dan Klinik Mayo telah menemukan bahwa CBT adalah pengobatan yang paling efektif untuk Kegelisahan hipokondria/Kesehatan.
Salah satu perkembangan CBT yang paling efektif untuk pengobatan Kegelisahan hipokondria / Kesehatan, Mindfulness Berbasis Cognitive-Behavioral Therapy. Tujuan utama dari Mindfulness Berbasis CBT adalah belajar untuk menerima non-judgmentally pengalaman psikologis tidak nyaman. Dari perspektif kesadaran, banyak tekanan psikologis kita adalah hasil dari mencoba untuk mengontrol dan menghilangkan ketidaknyamanan pikiran yang tidak diinginkan, perasaan, sensasi, dan mendesak. Dengan kata lain, ketidaknyamanan kita tidak masalah - upaya kami untuk mengendalikan dan menghilangkan ketidaknyamanan kami adalah masalah. Untuk individu dengan Kecemasan hipokondria / Kesehatan, tujuan akhir dari kesadaran adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk lebih rela mengalami pikiran tidak nyaman, perasaan, sensasi, dan mendesak, tanpa menanggapi dengan dorongan, perilaku menghindar, mencari kepastian, dan / atau ritual mental yang . Menggunakan alat ini, klien belajar untuk menantang ketakutan hipokondriacal mereka, serta perilaku kompulsif dan penghindar mereka gunakan untuk mengatasi kecemasan yang terkait dengan kesehatan mereka.
F. KASUS
dr. Baso adalah seorang ahli radiologi (ilmu kedokteran untuk melihat bagian dalam tubuh manusia menggunakan pancaran atau radiasi gelombang,  baik gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik). Ia baru saja pulang dari kunjungan selama 10 hari di sebuah pusat diagnostic terkenal dimana ia menjalani pengujian ekstensif untuk seluruh sistem pencernaannya. Evaluasi membuktikan tanda negative untuk penyakit fisik apapun, namun bukannya merasa lega, ia tampak marah dan kecewa dengan penemuan tersebut. Ia telah merasa terganggu selama beberapa bulan dengan berbagai gejala fisik yang digambarkannya sebagai gejala-gejala yang berupa nyeri perut ringan, terasa “penuh”, “isi perut yang bergemuruh” dan perasaanakan “isi perut yang keras”.
Ia menjadi yakin bahwa gejala-gejala ini disebabkan oleh kanker usus besar dan ia menjadi terbiasa untuk menguji sampel darahnya setiap minggu dan secara hati-hati memeriksakan perutnya akan “massa” yang terdapat di dalamnya saat  terlentang di tempat tidur setiap beberapa hari sekali. Ia juga secara diam-diam melakukan penelitian X-ray pada dirinya sendiri di luar jam kantor. Ada sejarah getaran jantung yang tidak normal yang dideteksi saat ia berusia 13 tahun dan adik laki-lakinya meninggal karena penyakit jantung bawaan di awal masa kanak-kanak. Saat evaluasi, getaran jantungnya terbukti tidak berbahaya, ia malah mulai  khawatir bahwa ada sesuatu yang lupa diperiksa.
Ia mengembangkan ketakutan bahwa ada sesuatu yang benar-benar salah dengan jantungnya. Dan saat ketakutan tersebut benar-benar dapat dikesampingkan, hal itu tidak pernah benar-benar hilang. Sewaktu di sekolah kedokteran ia khawatirakan penyakit-penyakit yang dipelajari di kelas patologi. Sejak lulus, ia seringkali memperhatikan kesehatannya dan memiliki pola khas: menyadari keberadaan gejala tertentu, menjadi terfokus pada kemungkinan arti dari gejala tersebut dan menjalani evaluasi fisik yang terbukti negatif.
Keputusannya untuk mencari konsultasi psikiatrik diawali oleh kejadian dengan anak laki-lakinya yang berusia 9 tahun. Anaknya secara tidak sengaja berjalan di dekatnya saat ia memeriksa perutnya dan bertanya,”Sekarang apa lagi menurutmu, Ayah?”. Ia menangis saat bercerita tentang kejadian itu, menggambarkan persaan malu dan marahnya yang sebagian besar terhadap dirinya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
James N. Bucher & Susan Mineka & Jill M.Hooley.(2007).//Abnormal Psychology: core concepts//.
Allyn And Barcon Jeffrey S Nevid Rathus & Spencer A Greene&Beverly.(2000).Abnormal Psychology : in a changing world.Prentice Hall Inc



Tidak ada komentar:

Posting Komentar