A. DEFINISI
Hypochondria
adalah ketakutan luar basa pada seseorang bahwa dirinya memiliki penyakit
serius, meskipun dokter tidak dapat menemukan bukti dari penyakit yang
dikeluhkan orang tersebut. Penderita hypochondria cenderung merasa bahwa tubuh
mereka yang normal sebagai tanda penyakit serius dan sibuk dengan ketakutan
akan penyakit-penyakit parah yang diderita. Ketakutan ini dapat mengganggu
kegiatan yang biasanya individu tersebut lakukan.
Penderita
hipokondria tidak secara sadar berpura-pura akan symptom fisiknya. Mereka
umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, sering kali melibatkan system
pencernaan atau campuran antara rasa nyeri dan sakit. Tidak seperti gangguan
konversi, hipokondria tidak melibatkan kehilangan atau distorsi dari fungsi
fisik.tidak seperti sikap ketidakpedulian terhadap symptom yang muncul yang
terkadang ditemukan dalam gangguan konversi, orang yang mengembangkan
hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli, pada symptom dan
hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Meski prevalensi
hipokondria tetap tidak diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya diantara
pria maupun wanita. Paling sering bermula antara usia 20 dan 30 tahun, meski
dapat muncul di usia berapapun.
Penderita hipokondria menjadi sangat sensitive terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri (Barsky dkk.,2001).
Penderita hipokondria menjadi sangat sensitive terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri (Barsky dkk.,2001).
Padahal
kecemasan akan symptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik
tersendiri-misalnya, keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Dengan
demikian sebuah lingkaran setan (vicious cycle) akan mncul. Penderita
hipokondria akan menjadi marah saat dokter mengatakan bahwa ketakutan mereka
sendirilah yang menyebabkan symptom-symptom fisik tersebut. Mereka sering
“belanja dokter” engan harapan bahwa seorang dokter yang kompetendan simpatik
akan memperhatikan mereka sebelum terlambat.
B. CIRI-CIRI DIAGNOSTIK
Ada beberapa ciri-ciri dari Hypochondriasis,
seperti:
1. Orang tersebut terpaku pada
ketakutan memiliki penyakit serius. Orang tersebut menginterpretasikan sensasi
tubuh atau tanda-tanda fisik sebagai bukti dari penyakit fisiknya.
2. Ketakutan terhadap suatu penyakit
fisik, atau keyakinan memiliki suatu penyakit fisik yang tetap ada meski telah
diyakinkan secara medis.
3. Keterpakuan tidak pada intensitas
khayalan (orang itu mengenali kemungkinan bahwa ketakutan dan keyakinan ini
terlalu dibesar-besarkan atau tidak mendasar) dan tidak terbatas pada
kekhawatiran akan penampilan.
4. Keterpakuan menyebabkan distress
emosional yang signifikan atau mengganggu satu atau lebih area fungsi yang
penting, seperti fungsi social atau pekerjaan.
5. Gangguan telah bertahan selama 6
bulan atau lebih.
6. Keterpakuan tidak muncul secara eksklusif
dalam konteks gangguan mental lainnya.
C. PENYEBAB
1. Perspektif Biologis
Ditemukan
adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi dan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan
hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem
sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan
somatisasi, yang bisa berkaitan dengan hipokondria.
Selain
itu, dapat pula diakibatkan oleh faktor kognitif, yaitu ketika tanda-tanda
tubuh normal disalah tafsirkan sebagai tanda patologi organik yang serius.
Proses perhatian selektif dalam kecemasan kesehatan mungkin mirip dengan yang
ditemukan pada gangguan panik. Asumsi ini mungkin manifestasi dari pengalaman
di masa lalu maupun yang sedang berlangsung.
Pengalaman
yang kritis dapat menyebabkan gejala fisik yang tidak terduga, yang sebelumnya
tidak diperhatikan mengenai tanda-tanda tubuh. Ini dapat terjadi sebagai
pikiran otomatis yang negatif, yang mungkin melibatkan citra hidupyang negatif.
Sebuah peningkatan yang berfokus pada proses internal tubuh seperti, denyut
jantung, gastro-intestinal, proses menelan, bernafas dan sebagainya. Selain itu
mereka juga menjadai hiper waspada terhadap tanda-tanda, seperti noda pada kulit,
rambut rontok, pertumbuhan rambut tidak teratur, dan ukuran pupil. Sebagai
contoh, orang normal jika batuk akan menganggap dia sedang batuk saja.
Penderita hipokondria jika batuk berpikir bahwa dia terkena TBC, atau bahkan
kanker paru atau bahkan gejala HIV/AIDS.
2. Perspektif Psikososial
a. Memiliki penyakit yang serius
selama masa kanak-kanak
b. Memiliki riwayat keluarga hypochondriac
c. Pernah mengalami stres berat yang
menyebabkan trauma (misalnya, kematian orang tua atau teman dekat)
d. Mungkin terkait dengan gangguan
kejiwaan lain, seperti kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif. Dengan kata
lain, hipokondriasis dapat mengembangkan dari atau menjadi tanda dari salah
satu gangguan lain
e. Memiliki orang tua yang lalai
atau melakukan kekerasan fisik, seksual, atau emosional di masa kecil
f. Menyaksikan kekerasan di masa
kanak-kanak
g. Rejected children
h. Alkoholisme
Hipokondria
dapat terjadi pada pria dan wanita. Hal ini dapat berkembang pada usia berapa
pun, bahkan pada anak-anak, tetapi paling sering dimulai pada awal masa dewasa.
Khawatir tentang kesehatan dapat merupakan manifestasi dari strategi waspada
hiper diadopsi oleh individu-individu sehingga tanda-tanda awal penyakit dapat
dideteksi, atau mungkin strategi takhayul dimaksudkan untuk menangkal bahaya
berpikir positif.
3. Perspektif sosiokultural
Individu
yang tidak mampu untuk melakukan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan
sosial yang sangat cepat dan proses modernisasi semakin berat menjadikan
individu menjadi tidak nyaman sehingga timbul ketegangan dan tekanan bathin.
Persaingan hidup yang berat menjadikan banyak terjadi tindakan yang menyimpang
seperti kriminalitas dan hal-hal yang terhubung dengannya, sehingga menimbulkan
ketakutan dan ketegangan batin pada penduduk dan menjadi salah satu penyebab
utama timbulnya macam-macam penyakit mental.
Kehidupan
di perkotaan yang modern lebih menonjolkan kepentingan diri sendiri dan
individualism sehingga kontak sosial menjadi longgar dan tidak peduli lagi akan
kondisi orang lain. Dalam masyarakat seperti ini, individunya selalu merasa
cemas, tidak aman, kesepian dan takut. Kehidupan modern yang penuh rivalitas
dan kompetisi selalu merefleksikan diri dalam bentuk kebudayaan eksplosif atau
kebudayaan tegangan tinggi (hightension culture) dengan iklim persaingan yang
sangat melelahkan baik secara fisik maupun mental dan dapat membuat manusia
menjadi sakit´.
Pengaruh lingkungan dan media massa yang cenderung untuk menampilkan standar hidup yang tinggi dengan semua kemewahan material menjadikan timbulnya kekalutan mental apabila seorang individu tidak mampu untuk memenuhinya. Transisi kebudayaan dapat menimbulkan ketidaksinambungan antara lompatan cultural yang kemudian menimbulkan kebingungan dan ketakutan sampai berujung pada terjadinya mental disorder, salah satunya hypochondriac.
Pengaruh lingkungan dan media massa yang cenderung untuk menampilkan standar hidup yang tinggi dengan semua kemewahan material menjadikan timbulnya kekalutan mental apabila seorang individu tidak mampu untuk memenuhinya. Transisi kebudayaan dapat menimbulkan ketidaksinambungan antara lompatan cultural yang kemudian menimbulkan kebingungan dan ketakutan sampai berujung pada terjadinya mental disorder, salah satunya hypochondriac.
D. PREVENSI
1. Primer
Pemberian
informasi kepada individu bahwa gejala yang dialami bukan merupakan gejala dari
penyakit yang serius sangat penting. Memberikan pengetahuan atau bukti-bukti
yang nyata kepada individu secara berkala mengenai gejala yang dialami
merupakan hal yang normal dan individu tidak perlu merasa khawatir.
2. Sekunder
Pendidikan
mengenai hipokondria atau dikenal sebagai psychoeducation, merupakan jenis
konseling yang dapat membantu individu dan keluarga untuk lebih memahami apa
itu hipokondria, mengapa bisa mengalaminya dan bagaimana cara mengatasi
ketakutan berkaitan dengan kesehatan tersebut.
3. Tertier
Obat
antidepresan tertentu dapat membantu dalam mengobati hipokondria. Contohnya
termasuk serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti fluoxetine
(Prozac), fluvoxamine (Luvox) dan paroxetine (Paxil),
dan antidepresan trisiklik seperti clomipramine (Anafranil) dan imipramine
(Tofranil).
Beberapa
penelitian telah meneliti efektivitas obat homeopati yang spesifik. Perawatan
profesional kesehatan percaya bahwa homeopati dapat meredakan perasaan cemas
dan depresi sering dikaitkan dengan hypochondriasis.
Sebelum meresepkan obat, homeopaths memperhitungkan tipe konstitusional seseorang baik fisik, emosional, dan intelektual klien. Seorang ahli homeopathy yang berpengalaman menilai semua faktor-faktor ketika menentukan pengobatan yang paling tepat untuk individu tertentu.
Sebelum meresepkan obat, homeopaths memperhitungkan tipe konstitusional seseorang baik fisik, emosional, dan intelektual klien. Seorang ahli homeopathy yang berpengalaman menilai semua faktor-faktor ketika menentukan pengobatan yang paling tepat untuk individu tertentu.
1) Aconitum
Untuk
rasa panik dan ketakutan. Obat ini paling tepat untuk orang yang percaya bahwa
mereka begitu sakit, mereka akan mati.
2) Arsenicum album
Untuk
kecemasan dan takut mati. Obat ini paling tepat untuk orang-orang yang menyebut
dokter sering dan sulit untuk meyakinkan atau anak yang mungkin khawatir
tentang segala sesuatu dan cenderung untuk bertindak lebih sakit dibandingkan
mereka sebenarnya.
3) Lycopodium
Karena
takut umum dan kecemasan tentang kesehatan. Obat ini paling cocok untuk orang
stres yang sering mengeluh masalah perut.
4) Fosfor
Untuk
kecemasan umum tentang kesehatan. Obat ini paling tepat untuk orang-orang yang
takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (rasa malapetaka yang akan datang)
dan bisa latch ke ketakutan orang lain, tetapi cenderung mudah diyakinkan.
E. TERAPI
Cognitive-Behavioral
Therapy (CBT)
merupakan salah satu bentuk terapi yang bertujuan membantu klien agar dapat
menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi
gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu.
Pendekatan kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran,
keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain.
Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan klien agar dapat
memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa kehidupan
dan tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan yang sedang
dialaminya. Cognitive Behavior Therapy ini dibangun atas dasar bahwa
manusia memiliki potensi berpikir, baik yang rasional maupun irrasional.
Berangkat
dari anggapan bahwa manusia tidak sempurna, cognitive behavior therapy
berusaha menolong mereka agar mau menerima dirinya sebagai makhluk yang akan
selalu membuat kesalahan, namun pada saat yang bersamaan juga tumbuh sebagai
orang yang bisa belajar hidup damai dengan diri sendiri. Jadi, cognitive
behavior therapy secara eksplisit menekankan bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara simultan.
CBT
dapat digunakan dalam rangka membantu menangani berbagai masalah yang dihadapi
individu: seperti : depresi, kecemasan dan gangguan panik, atau dalam
menghadapi peristiwa hidup lainnya, seperti: kematian, perceraian, kecacatan,
pengangguran, masalah yang berhubungan dengan anak-anak dan stres. CBT lebih
memfokuskan pada hasil dan tujuan, termasuk didalamnya adalah hasil jangka
pendek (segera) dari proses konseling yang sedang berjalan, yaitu tercapainya
pengalaman positif klien yang relatif cepat dengan adanya kemajuan perasaan
yang lebih lega dan daya tahan. Konselor kognitif behavioral biasanya akan
menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku
sasaran dengan klien (Haag dan Davidson, 1986; Meichenbaum, 1986).
Teknik
yang biasanya digunakan adalah:
1. Menentang keyakinan irrasional.
2. Membingkai kembali isu, misalnya
menerima kondisi emosional internal sebagai Sesutu yang menarik ketimbang
sebagai sesuatu yang menakutkan.
3. Mengulang kembali penggunaan
beragam pernyataan diri dalam role play dengan dengan konselor.
4. Mencoba penggunaan berbagai
pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil.
5. Mengukur perasaan, misalnya
dengan menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam skala 0-100.
6. Menghentikan pikiran. Ketimbang
membiarkan pikiran cemas atau obsesional “mengambil-alih)lebih baik klien
belajar untuk menghentikan mereka dengan cara seperti menyabetkan karet ke
pergelangan tangan.
7. Desensitisasi sistematis.
Digantinya respon takut dan cemas dengan respon relaksasi yang telah
dipelajari. Terapis membawa klien melewati tingkatan hierarki situasi untuk
melenyapkan rasa takut.
8. Pelatihan keterampilan social
atau asertifikasi.
9. Penugasan pekerjaan rumah.
Mempraktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi.
10. In vivo exposure.
Memasuki situasi paling menakutkan dengan didampingi oleh terapis. Peran
terapis adalah memotivasi klien menngunakan teknik kognitif behavioral untuk
mengatasi situasi tersebut.
Saat
ini terapi kognitif dan behavioral telah diintegrasikan dalam bentuk intervensi
kognitif behavioral. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip-prinsip bahwa :
1. Manusia berespon terhadap
representasi kognitif lingkungan dan bukan terhadap lingkungan itu sendiri.
2. Representasi ini dihubungkan
dengan pada proses belajar.
3. Kebanyakan proses belajar manusia
dilakukan secara kognitif.
4. Pikiran, perasaan dan tingkah
laku berinteraksi secara kausal
Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) teknik yang sangat efektif digunakan dalam pengobatan
hipokondria. Pada kenyataannya, studi penelitian terbaru di kedua Harvard
University dan Klinik Mayo telah menemukan bahwa CBT adalah pengobatan
yang paling efektif untuk Kegelisahan hipokondria/Kesehatan.
Salah
satu perkembangan CBT yang paling efektif untuk pengobatan Kegelisahan
hipokondria / Kesehatan, Mindfulness Berbasis Cognitive-Behavioral
Therapy. Tujuan utama dari Mindfulness Berbasis CBT adalah belajar
untuk menerima non-judgmentally pengalaman psikologis tidak nyaman. Dari
perspektif kesadaran, banyak tekanan psikologis kita adalah hasil dari mencoba
untuk mengontrol dan menghilangkan ketidaknyamanan pikiran yang tidak
diinginkan, perasaan, sensasi, dan mendesak. Dengan kata lain, ketidaknyamanan
kita tidak masalah - upaya kami untuk mengendalikan dan menghilangkan
ketidaknyamanan kami adalah masalah. Untuk individu dengan Kecemasan
hipokondria / Kesehatan, tujuan akhir dari kesadaran adalah untuk mengembangkan
kemampuan untuk lebih rela mengalami pikiran tidak nyaman, perasaan, sensasi,
dan mendesak, tanpa menanggapi dengan dorongan, perilaku menghindar, mencari
kepastian, dan / atau ritual mental yang . Menggunakan alat ini, klien belajar
untuk menantang ketakutan hipokondriacal mereka, serta perilaku kompulsif dan
penghindar mereka gunakan untuk mengatasi kecemasan yang terkait dengan
kesehatan mereka.
F. KASUS
dr. Baso adalah seorang ahli
radiologi (ilmu kedokteran untuk melihat bagian dalam tubuh manusia menggunakan
pancaran atau radiasi gelombang, baik
gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik). Ia baru saja pulang dari
kunjungan selama 10 hari di sebuah pusat diagnostic terkenal dimana ia
menjalani pengujian ekstensif untuk seluruh sistem pencernaannya. Evaluasi
membuktikan tanda negative untuk penyakit fisik apapun, namun bukannya merasa
lega, ia tampak marah dan kecewa dengan penemuan tersebut. Ia telah merasa
terganggu selama beberapa bulan dengan berbagai gejala fisik yang
digambarkannya sebagai gejala-gejala yang berupa nyeri perut ringan, terasa
“penuh”, “isi perut yang bergemuruh” dan perasaanakan “isi perut yang keras”.
Ia menjadi yakin bahwa gejala-gejala
ini disebabkan oleh kanker usus besar dan ia menjadi terbiasa untuk menguji
sampel darahnya setiap minggu dan secara hati-hati memeriksakan perutnya akan
“massa” yang terdapat di dalamnya saat
terlentang di tempat tidur setiap beberapa hari sekali. Ia juga secara
diam-diam melakukan penelitian X-ray pada dirinya sendiri di luar jam kantor.
Ada sejarah getaran jantung yang tidak normal yang dideteksi saat ia berusia 13
tahun dan adik laki-lakinya meninggal karena penyakit jantung bawaan di awal
masa kanak-kanak. Saat evaluasi, getaran jantungnya terbukti tidak berbahaya,
ia malah mulai khawatir bahwa ada
sesuatu yang lupa diperiksa.
Ia mengembangkan ketakutan bahwa ada
sesuatu yang benar-benar salah dengan jantungnya. Dan saat ketakutan tersebut
benar-benar dapat dikesampingkan, hal itu tidak pernah benar-benar hilang.
Sewaktu di sekolah kedokteran ia khawatirakan penyakit-penyakit yang dipelajari
di kelas patologi. Sejak lulus, ia seringkali memperhatikan kesehatannya dan
memiliki pola khas: menyadari keberadaan gejala tertentu, menjadi terfokus pada
kemungkinan arti dari gejala tersebut dan menjalani evaluasi fisik yang
terbukti negatif.
Keputusannya untuk mencari
konsultasi psikiatrik diawali oleh kejadian dengan anak laki-lakinya yang
berusia 9 tahun. Anaknya secara tidak sengaja berjalan di dekatnya saat ia
memeriksa perutnya dan bertanya,”Sekarang apa lagi menurutmu, Ayah?”. Ia
menangis saat bercerita tentang kejadian itu, menggambarkan persaan malu dan
marahnya yang sebagian besar terhadap dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Allyn And Barcon Jeffrey S Nevid
Rathus & Spencer A Greene&Beverly.(2000).Abnormal Psychology : in a
changing world.Prentice Hall Inc
Wells, Andrian. (1997). Cognitive therapy of
anxiety disorders; a pratice manual and conceptual guide.Canada:John Wiley & Sons
Tidak ada komentar:
Posting Komentar