KONSEP
MODEL
PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP)
DAN
SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (SP2KP)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Manajemen Keperawatan Semester VII
Dosen Pengampu: Agus
Santoso, S.Kp.,M.Kep
Disusun oleh:
Devi
Prihitaningtyas 22020111130102
Erlangga
Galih ZN 22020111130058
Itha
Kartika Ardina 22020111120010
Nurul
Hidayah 22020111130094
Siti
Munadliroh 22020111130099
A11.1
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN
ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan mengalami perubahan mendasar dalam memasuki abad 21 ini.
Perubahan tersebut merupakan dampak dari perubahan kependudukan dimana
masyarakat semakin berkembang yaitu lebih berpendidikan, lebih sadar akan hak
dan hukum, serta menuntut dan semakin kritis terhadap berbagai bentuk pelayanan
keperawatan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
(Kuntoro, 2010).
Peningkatan
profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai sejak diterima dan diakuinya
keperawatan pada tahun 1983 sebagai profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan.
Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah
dengan membuka pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma
III keperawatan, mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta
mengembangkan standar praktik keperawatan. Upaya penting lainnya adalah
dibentuknya Direktorat Keperawatan di Departemen Kesehatan di Indonesia.
Layanan
keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih bersifat okupasi. Artinya, tindakan
keperawatan yang dilakukan hanya pada pelaksanaan prosedur, pelaksanaan tugas
berdasarkan instruksi dokter. Pelaksanaan tugas tidak didasarkan pada tanggung
jawab moral serta tidak adanya analisis dan sintesis yang mandiri tentang
asuhan keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan restrakturing,
reengineering, dan redesigning system pemberian asuhan keperawatan melalui
pengembangan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) yang diperbaharui
dengan sistem
pemberian pelayanan keperawatan professional (SP2KP).
B. Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui konsep model praktik
keperawatan professional (MPKP) dan sistem pemberian pelayanan keperawatan
professional (SP2KP).
2.
Tujuan
Khusus
a. Untuk
mengetahui definisi MPKP
b. Untuk
mengetahui tujuan penerapan MPKP
c. Untuk
mengetahui komponen dalam MPKP
d. Untuk
mengetahui pilar-pilar MPKP
e. Untuk
mengetahui metode
penugasan MPKP
f. Untuk
mengetahui karakteristik
MPKP
g. Untuk
mengetahui tingkatan
MPKP
h. Untuk
mengetahui langkah
– langkah dalam MPKP
i.
Untuk megetahui definisi SP2KP
j.
Untuk mengetahui komponen pelayanan kepeawatan
profesional
k. Untuk
mengetahui pemberian asuhan keperawatan professional berdasarkan SP2KP
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional)
Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah
suatu sistem (struktur, proses, nilai-nilai profesional) yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan
untuk menunjang asuhan tersebut. (Hoffart & Woods, 1996 dalam Huber, 2010).
Pengertian lain menyebutkan MPKP adalah salah satu metode
pelayanan keperawatan dari sistem, struktur, proses dan nilai-nilai
profesional, yang memfasilitasi perawat profesional yang mempunyai kemampuan
dan tanggung jawab dalam mengatasi masalah keperawatan dan telah menghasilkan
berbagai jenjang produk keperawatan untuk pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan tempat asuhan keperawatan tersebut diberikan (sitorus & Yulia,
2005).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa Model praktek kepeawatan
profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses, nilai-nilai
profesional) berupa metode pelayanan yang memfasilitasi perawat profesional
dengan kemampuan dan tanggung jawab yang dimiliki untuk memberikan asuhan
keperawatan termasuk lingkungan tempat asuhan keperawatan itu diberikan.
2.
Tujuan
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini
adalah untuk meningkatkan mutu pelayana keperawatan. Sedangkan tujuan secara
khusus dari MPKP adalah :
a.
Menjaga
konsistensi asuhan keperawatan
b.
Mengurangi
konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim
keperawatan
c.
Menciptakan
kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
d.
Memberikan
pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e.
Menjelaskan
dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim
keperawatan.
3.
KomponenModel
Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP
terdiri dari lima komponen (sub sistem) yaitu (Huber, 2010):
a.
Nilai
– nilai profesional (Profesional Values)
Nilai-nilai
professional menjadi komponen utama pada praktik keperawatan profesional. Nilai-nilai
professional ini merupakan inti dari MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas
otonomi klien, menghargai klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap
ditingkatkan dalam suatu proses keperawatan.
b.
Pendekatan
manajemen (Management Approach)
Seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia harus melakukan pendekatan penyelesaian
masalah, sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat
diterapkan terapi keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
c.
Hubungan
profesional (Profesional Relationship)
Asuhan
kesehatan yang diberikan kepada
klien melibatkan
beberapa
anggota tim kesehatan yang mana focus
pemberian asuhan kesehatan adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan
yang terlibat, maka perlu adanya
kesepakatan
mengenai hubungan
kolaborasi dalam pemberian
asuhan kesehatan tersebut.
d.
Sistem
pemberian asuhan keperawatan (Care
Delivery System)
Dalam
perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional, digunakan beberapa metode
pemberian asuhan keperawatan, misalnya metodekasus, fungsional, tim, dan keperawatan
primer, serta manajemen kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode
yang paling memungkinkan pemberian asuhan keperawatan professional adalah metode
yang menggunakan the breath of
keperawatan primer.
e.
Kompensasi
dan penghargaan (Compensation &
Reward).
Pada
suatu profesi, seorang professional mempunyai hak atas kompensasi dan penghargaan. Kompensasi yang
didapat merupakan imbalan dari
kewajiban
profesi yang terlebih dahulu harus dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan
yang diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada
kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah pelayanan profesional.
4.
Pilar
– pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Model praktek
keperawatan profesional terdiri dari 4 pilar diantaranya: (Keliat, 2012).
a.
Pilar
I yaitu Pendekatan Manajemen Keperawatan
MPKP
mensyaratkan pendekatan manajemen sebagai pilar praktek keperawatan profesional
yang pertama. Pada pilar I terdiri dari:
1)
Perencanaan
yaitu kegiatan Model Praktek Keperawatan Profesional.
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran ddan
penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam
rangka pencapaian tujuan (siagiran, 2007).
Melalui visis, misi, filosofi dan kebijakan. Sedangkan
untuk jenis perencanaan jangka pendek melalui rencana kegiatan harian, bulnan,
mingguan dan tahunan.
a)
Visi
Merupakan pernyataan singkat yang menyatakan mengapa
organisasi itu terbentuk serta tujuan organisasi tersebut. Visi di MPKP adalah
mengoptimalkan kemampuan kepada klien.
b)
Misi
Merupakan pernyataan yang menjelaskan tujuan organisasi
dalam mencapai visi yang telah ditetapkan.
c)
Filosofi
Yakni seperangkat nilai-nilai MPKP yang menjadi rujukan
semua kegiatan.
d)
Kebijakan
Pernyataan yang menjadi acuan organisasi dalam mengambil
keputusan.
e)
Rencana
jangka pendek di ruang Model Prktek Keperawatan Profesional
Kegiatan yang dlaksanakan oleh perawat sesuai dengan
perannya masing-masing yang dibuat setiap shif. Rencana harian dibuat sebelum
melakukan operan.
f)
Rencana
harian kepala ruangan
Melalui:
-
Asuhan
keperawatan
-
Supevisi
ketua tim
-
Supervisi
tenaga selain perawat dan kerja sama dengan tim lain yang terkait.
Rencana harian
ketua tim
-
Menyelenggarakan
asuhan keperawatan pasien pada tim yang menjadi tanggung jawab
-
Melakukan
supervisi perawat pelaksana
-
Kolaborasi
dengan dokter atau tim kesehatan lain
-
Alokasi
pasien sesuai dengan perawat yang dinas
Rencana harian perawat pelaksana:
-
Pelaksanaan
shif sore atau malam
-
Memberikan
asuhan keperawatan pada pasien.
h)
Rencana
bulanan kepala ruangan
Akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil
keempat pilar. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat
rencana bulanan ketua tim.
i)
Rencana
tahunan kepala ruangan
Akhir tahun kepala ruangan melakukan evaluasi hasil
kegiatan dalam satu tahun yang dijadikan acuan rencana tindak lanjut serta
penyusunan rencana tahunan.
Rencana
kegiatan tahunan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP):
-
Menyusun
laporan tahun yanhg berfungsi tentang kinerja model proketek keperawatan
profesional serta evaluasi mutu pelayanan.
-
Melakukan
rotasi tim untuk penyegaran anggota masing – masing tim.
-
Pengembangan
sumber daya manusia peningkatan jenjang karis perawat pelaksana menjadi ketua
tim dan ketua tim menjadi kepala ruangan.
-
Membuat
jadwal-jadwal pelatihan.
2)
Pengorganisasian
yaitu kegiatan dan tenaga perawat.
Merupakan
pengelompokaan aktifitas untuk mencapai tujuan melalui struktur organisasi
MPKP, menyusun daftar dinas, menyusun daftar alokasi asuhan keperawatan pasien.
Penugasan
kelompok tenaga keperawatan
a)
Struktur
oganisasi
Susunan
komponen – komponen dalam suatu organisasi, pada pengertian struktur oganisasi
adanya pembagian kerja.
b)
Daftar
dinass ruangan
Daftar
yang berisi jadwal dinas perawat yang bertugas, penanggung jawab dinas/shif.
c)
Daftar
pasien
Daftar
yang berisi nama pasien, nama dokter, nama perawat dalam tim, penanggung jawab
pasien dan alokasi perawat saan menjalankan dinas setiap shif.
3)
Pengarahan
yaitu bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Melalui
pendelegasian, supervisi, komunikasi efektif mencakup pre dan post konferens
serta manajemen konflik.
a)
Pendelegasian
Melakukan pekerjaan melalui orang lain dalam
pengorganisasian, pendelegasian dilakukan agar aktifitas organisasi tetap berjalan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pendelegasian dilakukan melalui proses:
-
Buat
rencana tugas yang dituntaskan
-
Identifikasi
keterampilan dan tingkatkan pengetahuan yang diperlakukan untuk melaksanakan
tugas
-
Pilih
orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan
-
Evaluasi
kerja setelah tugas selesai
-
Pendelegasian
terdiri dari tugas dan wewenang
b)
Supervisi
Proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
tujuan organisasi, dengan cara melakukan pelaksanaan terhadap pelaksanaan
kegiatan.
Penerapan
supervisi di MPKP adalah:
-
Kepala
seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan terhadap kepala ruangan.
-
Kepala
ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat pelaksana.
-
Ketua
tim melakukan pengawasan kepasa perawat pelaksana.
c)
Komunikasi
efektif
Fungsi
pokok manajemen, komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi (Swanbrug, 2000)
Penerapan
organisasi di Model praktek keperawatan profesional antara lain:
-
Pre
konferens
Komunikasi
ketua tim dengan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana
kegiatan pada shif tersebut dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab.
-
Operan
Komunikasi
serah terima anta shif pagi, siang dan malam.
-
Post
konferens
Komunikasi
ketua tim dengan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shif
sebelum operan kepada shif berikutnya.
d)
Manajemen
konflik
Perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan
orang lain. Perbedaan konflik mudah terjadi demikian juga diruang MPKP maka
perlu dibudidayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik antara petugas tim.
Cara
– cara penanganan konflik melalui:
§
Berkolaborasi,
yaitu upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah pihak yang sedang
berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerja sama, berbagai pihak yang
terlibat konflik, didorong menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan
jalan mencari dan menemukan persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi
yang diinginkan adalah tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain
cara penyelesaian konflik ini adalah win
– win solution.
§
Berkompromi,
yaitu cara penyelesaian konflik dimana semua pihak yang berkonflik mengorbankan
kepentingannya demi terjaminnya keharmonisan hubungan kedua belah pihak
tersebut. dalam upaya ini tidak ada salah satu pihak yang menang atau kalah.
Istilah lain cara penyelesaian konflik ini adalah lose – lose solution. Dimana masing – masing pihak akan
mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang dijalin tetap harmonis.
4)
Pengendalian
yaitu proses memastikan aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktifitas yang
direncanakan. Melalui audit, strukturl, audit proses dan audit hasil.
Langkah
– langkah yang harus dilakukan dalam engendalian meliputi:
a)
Menetapkan
standar dan menetapkan metode dan pengukuran prestasi kerja.
b)
Menetapkan
apakah prestasi kerja sesuai dengan standar:
§
Audit
struktur
Berfokus
pada sumber daya manusia, lingkungan, peratan, peralatan standar dan indikator
dengan menggunakan check list (√)
§
Audit
proses
Pengukuran
pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk menentukan apakah hasil keperawatan
tercapai.
§
Audit
hasil
Audit
pokok kerja berupa kondisi pasien, kondisi sumber daya manusia atau indikator
mutu.
b.
Pilar
II yaitu sistem penghargaan pada tenaga keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu
dipertahankan dan ditingkatkan melalui manajemen sumber daya manusia, sehingga
perawat mendapatkan kompensasi berupa penghargaan sesuai dengan apa yang
dikerjakan (Nursalam, 2007). Sistem penghargaan ini melalui proses rekruitmen,
seleksi kerja, orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staff perawat.
1)
Proses
rekruitmen
Penentuan
perawat yang dibutuhkan diruang MPKP yang mempunyai kriteria:
a)
Kepala
ruangan
-
Pendidikan
minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi boleh D3 bila diruangan
tersebut belum ada perawat yang berpendidikan S1 dengan syarat mempunyai jiwa
kepemimpinan.
-
Pengalaman
menjadi kepala ruangan minimal 2 tahun dan bekerja pada area keperawatan
minimal 2 tahun.
-
Sehat
jasmani dan rohani
-
Pernah
mengikuti pelatihan antara lain:
o
Manajemen
bangsal
o
Pelatihan
Model Praktek Keperawatan Profesional
o
Komunikasi
keperawatan
-
Lulus
tes tulis dan wawancara
b)
Ketua
tim
-
Pendidikan
minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi boleh D3 dengan syarat
mempunyai jiwa kepemimpinan.
-
Pengalama
kerja minimal 2 tahun
-
Sehat
jasmani dan rohani
-
Pernah
mengikuti pelatihan, antara lain:
o
Manajemen bangsal
o
Pelatihan
Model Praktek Keperawatan Profesional
o
Komunikasi
keperawatan
-
Lulus
tes tulis dan wawancara
c)
Perawat
pelaksana
-
Pendidikan
minimal D3
-
Pengalaman
kerja minimal 1 tahun
-
Sehat
jasmani dan rohani
-
Pernah
mengikuti pelatihan
-
Lulus
tes tulis dan wawancara.
2)
Kerja
orientasi
Perawat
yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi yang disebut
pelatihan awal sebelum bekerja pada unit kerja MPKP.
3)
Penilaian
kerja.
Penilaian
kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan, ketua tim, perawat
pelaksana menggunakan supervsi baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
4)
Pengembangan
staf
Membantu
masing-masing perawat mencapai kinerja sesuai dengan posisi dan untuk
penghargaan terhadap kemampuan profesional, bentuk pengembangan karir,
pendidikan berkelanjutan dari D3 ke S1.
c.
Pilar
III yaitu hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala ruangan
dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat
pelaksana. Komunikasi diagonal yang dilakukan perawat dengan profesi lainnya.
Hubungan
profesional di ruang Model Praktek Keperawatan profesional adalah:
1)
Rapat
perawat ruangan
2)
Pere
dan post konferens
3)
Rapat
tim kesehatan
4)
Visit
dokter
d.
Pilar
IV Manajemen asuhan keperawatan, yaitu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien secara sistematis dan terorganisir. Manajemen asuhan keperawatan
merupakan pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan kebutuhan klien
atau menyelesaikan masalah klien.
5.
Metode
penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dalam keperawatan.
a.
Metode
kasus
Metode
kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali digunakan. Sampai
perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian asuhan keperawatan
yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas.
Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan perawat
tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien. (Sitorus, 2006).
Setelah
perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis program
meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga
yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan
dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian dikembangkan
metode fungsional. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode kasus:
1)
Kebutuhan pasien terpenuhi.
2)
Pasien merasa puas.
3)
Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
4)
Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
Kekurangan metode kasus:
1)
Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat
yang terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
2)
Membutuhkan banyak tenaga.
3)
Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak
sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
4)
Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama
perawat penaggung jawab klien bertugas.
b.
Metode
fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan
pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa
tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap
perawat dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya
kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam
pembuatan laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan
tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan
kepuasan asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1)
Sederhana
2)
Efisien.
3)
Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan
tertentu.
4)
Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah
selesai tugas.
5)
Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga
yang kurangberpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
6)
Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau
peserta didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1)
Proritas
utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan pada
pemenuhan kebutuhan holistik.
2)
Mutu
asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan keperawatan
terfragmentasi.
3)
Komunikasi
antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui
tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan.
4)
Keterbatasan
itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap pelayanan atau asuhan
yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat
tentang hal-hal yang ditanyakan.
5)
Klien
kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional
beberapa perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan
metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada
tahun 1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
c.
Metode
tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,
yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus,
2006).
Pelaksanaan
metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1)
Ketua
tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas
perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab ketua
tim adalah :
a)
Mengkaji
setiap klien dan menetapkan renpra
b)
Mengkoordinasikan
renpra dengan tindakan medis
c)
Membagi
tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan memberikan
bimbingan melalui konferensi
d)
Mengevaluasi
pemberian askep dan hasil yang dicapai serta mendokumentasikannya
2)
Komunikasi
yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi yang terbuka
dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang
merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3)
Anggota
tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4)
Peran
kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik apabila
didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
a)
Menetapkan
standar kinerja yang diharapkan dari staf
b)
Membantu
staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c)
Memberi
kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
d)
Mengorientasikan
tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
e)
Menjadi
narasumber bagi ketua tim
f)
Mendorong
staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
g)
Menciptakan
iklim komunikasi yang terbuka.
Kelebihan metode ini adalah:
a.
Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
b.
Pasien dilayani secara komfrehesif
c.
Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
d.
Tercipta kerja sama yang baik .
e.
Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan
interpersonal
f.
Memungkinkan menyatukan anggota tim yang
berbeda-beda dengan aman dan efektif.
Kekurangan metode ini:
Kesinambungan
asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar mengembangkan metode
keperawatan primer (Sitorus, 2006).
Selain itu:
a.
Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang
bukan menjadi tanggung jawabnya.
b.
Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi
sibuk rapat tim ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan
kimunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran
tugas terhambat.
c.
Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman
selalu tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d.
Akontabilitas dalam tim kabur.
d.
Metode
Perawat Primer
Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan
suatu metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat
dan berkesinambungan antara klien dan seorang perawat tertentu yang
bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan
klien, selama klien dirawat.” (Sitorus, 2006).
Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung
jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse) disingkat dengan PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan
primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi,
ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan
komitmen. (Sitorus, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan
bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau
di suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif,
dan merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan
klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan
kepada perawat lain (associated nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan
keperawatan klien dan menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan,
dokter, dan staff keperawatan. (Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan asuhan keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk
melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di
masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan
lain lain. Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat yang
tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Metode keperawatan primer
memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat, dokter, dan rumah sakit
(Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih
dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1)
Hanya
ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi asuhan
keperawatan
2)
Jangkauan
observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3)
PP
bertanggung jawab selama 24 jam
4)
Rencana
pulang klien dapat diberikan lebih awal
5)
Rencana
asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan
bagi PP untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan
keperawatan klien. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini
karena senantiasa mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan
komprehensif. (Sitorus, 2006). Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang
benar-benar mengetahui keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah
sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu tinggi. (Sitorus,
2006).Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah
seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan kualifikasi
master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995), Kozier et al (1997)
seorang PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang terkait dengan asuhan
keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah
sarjana keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode perawat primer:
1)
Mendorong kemandirian perawat.
2)
Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
3)
Berkomunikasi langsung dengan Dokter
4)
Perawatan adalah perawatan komfrehensif
5)
Model praktek keperawatan profesional dapat
dilakukan atau diterapkan.
6)
Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
7)
Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima
asuhan keperawatan.
Kelemahan metode perawat
primer:
1)
Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
2)
Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
3)
Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.
e.
Differentiated
practice
National League for
Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan bahwa differentiated
practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui
pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar
(registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran
yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas
keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat
akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana
hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f.
Manajemen
kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan
kesehatan secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi
berbagai anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat
dicapai hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson
(2000) mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan
kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup,
dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi,
koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan
pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama
yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar
institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus,
2006).
6.
Karakteristik
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
a.
Penetapan
jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan
jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
b.
Penetapan
jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat beberapa jenis
tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM),
Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga tersebut
terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap
manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi
masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang
jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
c.
Penetapan
standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra perlu ditetapkan, karena
berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra sangat menyita waktu karena
fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia
d.
Penggunaan
metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan metode modifikasi
keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang perawat profesional yang
disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager (CCM)
yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan asuhan keperawatan. CCM
diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada masa yang akan datang.
7.
Tingkatan
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
a.
Model
Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui
pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat
III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam
keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para
perawat melakukan riset sera memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan.
b.
Model
Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada
model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada
ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang
spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada
area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil
riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang
untuk 10 perawat primer (1:10).
c.
Model
Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada
model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan
untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan,
metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada model ini adalah
kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d.
Model
Praktek Keperawatan Profesional Pemula.
Model
Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk
menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan
keperawatan.
(Sudarsono,
2000 dalam sitorus, 2006)
8.
Langkah
– langkah dalam Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
a.
Tahap
Persiapan
Pada
tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu
(Sitorus, 2006).:
1)
Pembentukan
Tim
Jika
MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai tempat proses
belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan
staf dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan
kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim ini bisa
terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang
rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2006).
2)
Rancangan
Penilaian Mutu
Penilaian
mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap
standar yang diniali dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka
infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
3)
Presentasi
MPKP
Selanjutnya
dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan kepada
pimpinan rumah sakit, departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang terlibat.
Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
4)
Penempatan
Tempat Implementasi MPKP
Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi MPKP,
antara lain (Sitorus, 2006) :
a)
Mayoritas
tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan
sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP.
b)
Bila
terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta dan
1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi
perawat dari ruang rawat lain.
5)
Penetapan
Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk
menetapkan jumlah tenaga keperawtan di suatu ruangrawat didahului dengan
menghitung jumlah klien derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2006).
6)
Penetapan
Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam
suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
a)
Kepala
ruang rawat
b)
Clinical
care manager
c)
Perawat
primer
d)
Perawat
asosiet
7)
Pengembangan
Standar rencana asuhan Keperawatan.
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi
waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan
untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar renpra
menunjukan asuhan keperawtan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori
keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan
professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya terdiri dari
bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang,
tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
8)
Penetapan
Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan
lain yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a)
Format
pengkajian awal keperawatan
b)
Format
implementasi tindakan keperawatan
c)
Format
kardex
d)
Format
catatan perkembangan
e)
Format
daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
f)
Format
laporan pergantian shif
g)
Resume
perawatan
9)
Identifikasi
Fasilitas
Fasilitas
minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas yang
dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan
adalah (Sitorus, 2006) :
a)
Badge
atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim
yang berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali
sat melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
b)
Papan
MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan
timnya serta dokter yang merawat klien.
b.
Tahap
Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah
berikut ini (Sitorus, 2006) :
1)
Pelatihan
tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang
terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
2)
Memberi
bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap
hari. Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam
sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat
tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
3)
Memberi
bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan porawat
asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga
dilakukan setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA,
juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien.
(Sitorus, 2006).
4)
Memberi
bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan
mengacu pada standar tersebut. (Sitorus, 2006).
5)
Memberi
bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak
antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat dan
klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan
agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina. Kontrak
diawali dengan pemberian orientasibagi klien dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
6)
Memberi
bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP
secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang
dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
7)
Memberi
bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat
kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi
sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota
tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA.
Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak
diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
8)
Memberi
bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab
perawat kepada klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat
menjadi penting.
9)
Tahap
Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen evsluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali
dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah
yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evluasi
hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
a)
Memberika
instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien pulang.
b)
Mengevaluasi
kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan dokumentasi.
c)
Penilaian
infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d)
Penilaian
rata-rata lama hari rawat.
10)
Tahap
Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang
lebih optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan
keperawatan. Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena
sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
a)
MPKP
pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula diberi
kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai
SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP
(bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b)
MPKP
tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP adalah
SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan
teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan berperan
sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi
ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c)
MPKP
tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen
yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan. (Sitorus, 2006).
9.
Studi
Penelitian mengenai Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) Di
beberapa Rumah Sakit.
Penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit pelayanan
yang berkualitas. Beberapa rumah sakit telah berhasil menerapkan MPKP dengan
baik diukur dari tingkat kepuasan klien sebelum dan sesudah dilaksanakan MPKP.
Hasil riset tentang efektifitas pelaksanaan Model Praktik
KeperawatanProfesional atau MPKP dengan kualitaspelayanan keperawatan di dua
rumah sakitpemerintah di Jakarta menunjukkan bahwapada kelompok intervensi
kepuasaan pasiendengan pelayanan keperawatan sebelumpenerapan MPKP yaitu dengan
kategoripuas (15%), kategori cukup puas (44,1%)dan kategori kurang puas
(40,9%). Setelahpenerapan MPKP hasil didapatkan yaitukategori puas (73,9%),
kategori cukup puas (25,3%) dan kategori kurang puas (1,7%). (Sitorus, 2012
dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013). Demikian juga di RS Advent Bandung
juga didapatkan bahwakepuasan pasien di ruang MPKP dan ruangfungsional berbeda
secara signifikan (Supit,2012 dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013 ). Selain
itu metode ini sangat menekankan kualitas kinerja tenaga keperawatan yang
berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui penerapan standar
asuhan keperawatan. Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, nilai-nilai
profesional perawat mempunyai hubungan yang bermakna dengan pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan (Waty, 2010 dalam jurnal keperawatan Rantung,
2013). Penelitian lain yang dilakukan di RS PGI Cikini Jakarta juga menyatakan
bahwa penerapan MPKP ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepuasan kerja
perawat. (Sirait, 2012 dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013).
Namun beberapa rumah sakit masih ada yang belum mencapai
nilai baik dalam memberikan pelayanan keperawatan meskipun sudah menerapkan
MPKP. Hal ini seperti yang terjadi pada Rumah sakit daerah. Dari hasil riset
yang dilakukan oleh wati (2011) dalam jurnal Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan Di Ruang Murai I Dan
Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau adalah bahwa gambaran komponen dari
MPKP (nilai-nilai profesional, manajemendan pemberian askep serta
pengembanganprofesional diri perawat) dalam pelaksanaan pemberian pelayanan
keperawatan secara keseluruhan belum mencapai kategori baik. Kemungkinan hal
ini dikarenakan oleh banyak faktor yang menjadi hambatan, baik internal maupun
ekstemal. Faktor internal didapatkan dari kesiapan tenaga perawat yang akan
melaksanakan pemberian pelayanan keperawatan tersebut, dan faktor ekstemal
didapatkan dari kesiapan komponen-komponen pendukung yang digunakan untuk
mewujudkan pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan profesional seperti SDM,
sarana dan prasarana, dan teknik manejerial.
Dalam jurnal lain yang berjudul “Kajian Penerapan
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan Keperawatan
di rumah sakit” memberikan gambaran bahwa pelaksanaan MPKP di
rumah sakit tempat penelitian belum menggambarkan model MPKP yang normative. Pelaksanaan
asuhan keperawatan adalah model modifikasi tim dan modifikasi MPKP pemula.
Selain itu, pembinaan bangsal percontohan dengan evaluasi yang terus menerus
belum dilakukan, serta pimpinan rumah sakit sebagai pembuat kebijakan masih
kurang dalam pengetahuan tentang ilmu manajemen keperawatan.
B.
Konsep
SP2KP
1.
Definisi
SP2KP merupakan
sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan
dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam SP2KP ini
terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet
(PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Perry, Potter. 2009). Sistem pemberian
pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit
ruang rawat di rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk melaksanakan asuhan
keperawatan yang profesional bagi
pasien.
SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian yang
baik dimana sesional luruh komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan
diatur secara profesional (Rantung 2013). SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya
terdiri dari: perawat, profil pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan,
kepemimpinan, nilai-nilai profesional, fasilitas, sarana prasarana (logistik)
serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
DEPKES RI, 2009).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa SP2KP yaitu sistem
pemberian pelayanan keperawatan professional disetiap unit ruang rawat inap di
rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
professional bagi pasien. Pelaksanaan MPKP maupun SP2KP merupakan upaya untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan menjadi
efektif dan efisien (Keliat, 2009).
Pelayanan
keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan yang memberi
kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya dalam
mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan
primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
a. Pada
metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara
berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat
yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b. Terdapat
satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat
primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada
metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan terutama
dengan profesi lain.
d. Metode
keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan jumlah
tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan
pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10 klien.
e. Saat
ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga
perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing
perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
f. Metode
tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar menetapkan
siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang
diberikan.
2.
Komponen
Pelayanan Keperawatan Profesional
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang
diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996), terdapat komponen pelayanan
keperawatan professional yang diantaranya yaitu (Kusnanto, 2004) :
a. Nilai-nilai
profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga
sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra,
PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang
diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk
membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai
professional.
b. Pendekatan
Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab
PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang
efektif dan pemimpin yang efektif.
c. Metode
pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan
professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu
member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter.
Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu dalam penetapan
rencana tindakan medik.
e. Sistem
kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan kepada
perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan
berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA
dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien.
PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai
dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada pendidikan ners
spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim
yaitu seorang PP bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk
sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu
bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok
pasien yang dikelola, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut .
Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang
professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga harus
mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan lainnya.
3.
Pemberian
Asuhan Keperawatan Profesional berdasarkan SP2KP
SP2KP
sebagai sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat, dapat memungkinkan
perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang baik dimana semua komponen yang terlibat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatadiatur secara profesional (Sitorus &
Yulia, 2006).
Praktik keperawatan dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien mengacu pada proses keperawatan itu sendiri
yaitu meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Dalam hal pelaksanaan tindakan maupun pendokumentasiannya perawat dituntut
untuk profesional. Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang
perawat.Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan (Dermawan, 2012). SP2KP
merupakan bantuk pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan lebih baik
dalam memberikan tingkat pelayanan asuhan keperawatan terhadap klien. Didalam
SP2KP kita sering mengenal perawat primer (PP) dan perawat associate (PA). Dalam
pengembangan konsep SP2KP, perawat PP bertugas dalam menjalankan komunikasi
dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam
hal ini, perawat PP bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan
hasil pengkajian yang berhubungan dengan perawatan pasien yang dilaksanakan
oleh PA, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan medis selanjutnya.
Dalam
melakukan asuhan keperawatan yang professional, diperlukannya membuat suatu
rencana asuhan keperawatan (renpra) untuk membantu mengidentifikasi dan menyusun
strategi terhadap tindakan keperawatan yang akan dilakukan ke pasien. Selain
itu renpra juga memiliki fungsi sebagai berikut :
a.
Pedoman
bagi PP-PA dalam melakukan tindakan dan asuhan keperawatan professional
b.
Landasan
profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain
berfungsi sebagai penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi
sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan
PA untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan oleh
PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara
efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ). Hal
ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi
ketentuan-ketentuan tertentu (biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit).
C.
Hasil
Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada salah
satu dosen DKKD PSIK FK UNDIP pada tanggal 17 Oktober 2014 pukul 09.30 WIB s.d
10.25 WIB di gedung PSIK FK UNDIP lantai 2, hasil wawancara berupa pertanyaan
dan jawaban sebagai berikut:
1.
Menurut
bapak pengertian dari MPKP dan SP2KP apa?
Jawab:
a.
MPKP yaitu suatu keinginan tentang
praktik keperawatan profesional yang membuat suatu model (seperti: skema,
metode, cara, dan pendekatan) dan fokus dari MPKP yaitu bagaimana melakukan
asuhan keperawatan yang tepat
b.
SP2KP yaitu suatu sistem pemberian
keperawatan dikembangkan sebagai modifikasi dari tim primer yaitu dengan
mencoba menggabungkan model tim dan primer. Cakupan SP2KP lebih luas tidak
hanya fokus dengan asuhan keperawatan saja tetapi juga fokus pada nilai,
metode, dokumentasi, sarana prasarana, dan lain-lain. SP2KP bertujuan untuk
lebih merepresentasikan praktik asuhan keperawatan profesional yang lebih
komprehensif
2.
Apabila
diterapkan efektif manakah antara MPKP dan SP2KP?
Jawab:
Menurut penelitian dari Ratna
Sitorus MPKP memiliki keefektifan dalam meningkatkan kepuasan pasien, kecepatan
pulang pasien dan biaya yang reletief lebih murah. Sedangkan keefektifan SP2KP
belum ada penelitian yang pasti tetapi menurut narasumber jika suatu sistem
sudah di kembangkan dan diterapkan pasti juga memiliki keefektifan penerapan
tersendiri
3.
Rumah
sakit mana saja yang menerapkan MPKP dan SP2KP?
Jawab:
Hampir semua rumah sakit menerapkan
MPKP, tetapi yang menerapkan SP2KP menurut narasumber yang diketahui yaitu RSUP
Dr. Kariyadi
4.
Secara
terstruktur apakah terdapat perbedaan anatara MPKP dan SP2KP?
Jawab:
Secara terstruktur tidak lerlalu
berbeda, komponen-komponen didalamnya terdiri dari kepala ruang, perawat primer
dan perawat assosiate. Bahkan sebelum MPKP dan SP2KP diterapkan, suatu rumah
sakit sudah memiliki komponen tersebut, hanya saja mungkin setelah MPKP dan
SP2KP diterapkan pelayanan asuhan keperawatan profesional akan lebih maksimal
karena hal tersebut sudah memiliki patokan dengan ditegaskan adanya MPKP dan
SP2KP.
5.
Bagaimana
SP2KP diterapkan di rumah sakit?
Jawab:
Langkah-langkah
yang dilakukan untuk menerapkan SP2KP di rumah sakit yaitu:
1) Sosialisasi
dari kementrian kesehatan kepada rumah sakit yang ingin menerapkan SP2KP
2) Membentuk
kelompok kerja dan merancang pelaksanaan pemberian pelayanan auhan keperawatan
yang komprehensif
3) Menganalisis
visibilitas sistem yang akan diterapkan
4) Harus
terdapat pedoman pelaksanaan dari sistem tersebut
5) Menyiapkan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan
6) Sosialiasasi
dengan penerapan SP2KP kepada suluruh yang berkepentingan
7) Dilakukan
uji coba sistem pemberian pelayanan
keperawatan profesional
8) Mengevaluasi
uji coba
9) Melaksananakan
sistem dengan penerapan SP2KP
6.
Apakah
MPKP dan SP2KP dan diterapkan di puskesmas/ klinis?
Jawab:
Secara generik dapat diterapkan,
namun pendekatannya harus lebih spesifik dan lebih memperhatikan segala hal
yang diterapkan oleh puskesmas tersebut ( misal: manajemen, struktur, sarana
prasarana dan lain-lain). Tanpa disadari sebenarnya di puskesmas ataupun klinik
menerapkan sistem MPKP tetapi tidak mendalam dan tidak memiliki panduan yang
jelas serta hanya dilakukan secara alamiah sebagai seorang perawat.
7.
Syarat
apa saja yang harus dipenuhi ketika rumah sakit ingin menerapkan MPKP / SP2KP?
Jawab:
Sebenarnya tidak ada syarat khusus
( misal: sarana dan prasarana, perawat yang berkualitas, manajemen keperawatan
yang baik, SDM yang cukup, dan lain-lain) yang harus dipenuhi ketika suatu
rumah sakit ingin menerapkan sistem tersebut. Namun, sebenarnya kembali lagi
kepada rumah sakit itu sendiri. Ketika suatu rumah sakit ingin menerapkan
sistem tersebut maka rumah sakit tersebut harus memiliki kemauan, kesiapan
untuk berubah dan komitmen utuk menerapkan sistem tersebut. Apabila ketiga
persyaratan tersebut terpenuhi, otomatis syarat-syarat khusus yang lainnya akan
mengikuti dengan sendirinya.
8.
Indikator
keberhasilan MPKP dan SP2KP ?
Jawab:
Indikator
keberhasilan dapat dilihat dari tujuan MPKP dan SP2KP
· Tujuan
MPKP yaitu:
a.
Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b.
Mengurangi konflik, tumpang tindih dan
kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan
c.
Menciptakan kemandirian dalam memberikan
asuhan keperawatan
d.
Memberikan pedoman dalam menentukan
kebijakan dan keputusan
e.
Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup
dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim keperawatan
·
Tujuan SP2KP yaitu:
Tujuan SP2KP
adalah pelayanan keperawatan kepada pasien lebih terstruktur dan kinerja
perawat lebih professional
9.
Apakah
MPKP dan SP2KP dapat diterapkan secara bersamaan di suatu rumah sakit?
Jawab:
MPKP dan SP2KP sangat bisa
diterapkan di rumah sakit, karena sebenarnya ketika rumah sakit tersebut
menerapkan SP2KP secara tidak langsung juga sudah menerapkan MPKP. MPKP
berfokus pada asuhan keperawatan saja sedangkan SP2KP lebih komprehensif. Oleh
karena itu, dengan adanya penerapan SP2KP dapat membeuat pelayananan
keperawatan di rumah sakit yang lebih baik
10.
Apakah
penerapan MPKP dan SP2KP hanya mencakup bidang keperawatan saja?
Jawab:
Untuk penerapan MPKP dan SP2KP di
dalam RS, memang hanya ditujukan kpada tenaga keperawatan saja. Namun, secara
profesional seorang perawat juga harus melibatkan tenaga kesehatan lainnya
untuk mencapai tujuan kepada kien. Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
yang profesional memerlukan suatu kolaborasi dengan dokter, ahli radiologi,
ahli farmasi, ahli lab, dan ahli terapi-terapi yang lainnya disesuaikan dengan
kebutuhan klien itu sendiri.
PERTANYAAN
1. Faktor-faktor
apa saja yang dapat mempengaruhi MPKP dan SP2KP agar penerapannya lebih baik di
dalam rumah sakit?
2. Mengapa
SP2KP belum banyak di terapkan di rumah sakit?
3. Bagaimana
peran sebagai seorang perawat dalam menerapkan SP2KP?
4. Bagaimanakah
mengkombinasikan metode pemberian asuhan keperawatan dalam system pemberian
layanan keperawatan professional?
5. Apa
sajakah hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi mutu pelayanan keperawatan
professional?
6. Apakah
perawat PP dapat melakukan tindakan keperawatan professional atas kemauannya
sendiri?
7. Bagaimana
isi renpra sesuai standart asuhan keperawatan professional?
8. Bagaimana
peranan petugas kesehatan lainnya selain perawat terhadap penerapan MPKP/SP2KP
?
9. Bagaimanakan
system MPKP yang banyak diterapkan di Indonesia saat ini?
10. Bagaimanakah
peran serta mahasiswa yang praktik di klinik dalam system pelaksanaan
SP2KP/MPKP di rumah sakit?
11. Kendala
apakah yang sering ditemui dalam pelaksanaan system MPKP/SPKP ?
12. Bagaimanakah
menerapkan system MPKP/SP2KP yang efektif dalam sebuah rumah sakit?
13. Jelaskan sampai sejauh mana perkembangan penerapan Model
Praktek Keperawatan Profesional yang diterapkan pada rumah sakit di Indonesia?
14. Pada Model Praktek Keperawatan Profesional berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain penerapan standar
asuhan keperawatan. Jelaskan bagaimana kategori standar dari asuhan keperawatan
itu sendiri yang harus diberikan kepada pasien!
15. Jelaskan apa manfaat yang di dapat dari mempelajari MPKP
dan SP2KP untuk mahasiswa keperawatan?
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah
suatu yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut
2. Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini
adalah untuk meningkatkan mutu pelayana keperawatan.
3.
Komponen
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
meliputi nilai – nilai
profesional, pendekatan
manajemen, hubungan
profesional, sistem
pemberian asuhan keperawatan, dan kompensasi dan penghargaan
4.
Pilar
– pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
antara lain pendekatan manajemen keperawatan, pengorganisasian, hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala
ruangan dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan
perawat pelaksana, dan manajemen asuhan keperawatan.
5.
Metode
penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
antara lain metode kasus, fungsional, tim, perawat primer, manajemen kasus, dan
differentiated practice.
6. SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan
keperawatan profesional yang merupakan pengembangan dari MPKP, dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama
profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga
kesehatan lainnya.
7.
Komponen
pelayanan
keperawatan professional antara lain: nilai-nilai profesional sebagai inti model,
pendekatan manajemen, metode pemberian asuhan keperawatan, hubungan professional, serta
sistem kompensasi dan penghargaan,.
B. Saran
1. Untuk mahasiswa
keperawatan, diharapkan mampu memahami konsep MPKP dan
SP2KP sehingga dapat menerapkan konsep tersebut ke dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan saat bekerja di klinik.
2. Bagi
perawat hendaknya mampu menyesuaikan dengan program pelayanan keperawatan MPKP
dan SP2KP, dengan cara terus belajar dan melatih kemampuan yang dimiliki demi
mewujudkan kepuasan klien.
3. Untuk
institusi pelayanan kesehatan, maka disarankan untuk dapat memilih program pelayanan keperawatan yang
sesuai demi mencapai asuhan keperawatan yang profesional.
DAFTAR
PUSTAKA
Dermawan D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES
RI. 2009. Modul Sistem pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional. Jakarta: Departemen Kesehatan
Huber, D. 2010. Leadership and Nursing Care Management (4rd
ed). USA: Saunders elsevier
Keliat, Budi Anna, dkk. 2009. Model
Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A. 2012. Model
Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Kusnanto. 2004. Pengantar
Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Salemba Medika
Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta: Salemba Medika
Pratiwi, Arum dan Abi Mukhlisin. Ejournal Keperawatan (E-Kp). “Kajian
Penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit”. Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
UMS: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Rantung, Steffy R. 2013. Ejournal
Keperawatan (E-Kp). “Perbedaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Ruangan
Sp2kp dan Non-Sp2kp di Irina A dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado”. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran: Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol.1, No.
1; Agustus
Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen sumber daya manusia. Jakata: Bumi aksara
Sitorus R. & Yulia. 2005. Model praktek keperawatan
profesional di Rumah Sakit Panduan Implementasi,. EGC, Jakarta
Sitorus & Yulia. 2006. Model
Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: penataan struktur & proses
(sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat: panduan implementasi.
Jakarta: EGC
Sitorus,
Ratna. 2006.
Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat:Implementasi.
Jakarta: EGC
Swanburg,
Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan Perawatan Klinis.
Jakarta: EGC
Wati, Neni Lya, dkk. 2011. Jumal
Ners Indonesia. “Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan di
Ruang Murai I dan Murai II R S U D Arifin Achmad Pripinsi Riau”. Vol.1, No. 2; Maret
In this manner my associate Wesley Virgin's biography starts with this shocking and controversial VIDEO.
BalasHapusWesley was in the military-and soon after leaving-he discovered hidden, "self mind control" secrets that the government and others used to get whatever they want.
These are the exact same methods tons of celebrities (especially those who "come out of nothing") and the greatest business people used to become wealthy and famous.
You probably know that you use less than 10% of your brain.
Mostly, that's because most of your brainpower is UNCONSCIOUS.
Maybe this conversation has even taken place IN YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head 7 years back, while driving an unregistered, beat-up bucket of a vehicle without a driver's license and with $3.20 on his debit card.
"I'm absolutely frustrated with living check to check! When will I finally make it?"
You took part in those types of questions, isn't it so?
Your success story is going to happen. You just need to take a leap of faith in YOURSELF.
Learn How To Become A MILLIONAIRE Fast